Ada sebuah tradisi di Bali yang sampai saat ini masih bertahan dan kerap
dilakukan oleh hampir sebagian besar umat Hindu di daerah pariwisata
ini. Melakukan pembersihan diri dengan ritual tertentu yang kalau di
Bali lebih dikenal dengan istilah melukat.
Sarana utama ritual melukat ini adalah air. Nah, air inipun bukan
sembarang air. Melukat bisa dilakukan di air sungai, danau, laut, sumber
air alami/kelebutan,bulakan, dan lain-lainnya. Tujuan utama ritual ini
adalah menghilangkan leteh atau kotoran lahir maupun bathin. Dalam tradisi masyarakat Kejawen dikenal dengan istilah ruwatan air.
Kenapa Pakai Air?
Seperti kita ketahui bersama, air memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia. Sampai kapanpun, air akan menjadi sumber hidup dan
kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Dalam hal ritual melukat,
keberadaan air adalah sebuah KEHARUSAN! Melukat tanpa air sama aja
bohong. Namun lain cerita kalau melukat itu dilakukan dengan kekuatan
bathin. Dalam arti melakukan pengelukatan/pembersihan dengan kekuatan
niskala, dengan catatan, diperlukan tingkat jnana yang tinggi.
Tempat Melukat di Bali
1. Pura Tirtha Empul
Pulau Dewata Bali, dikenal sebagai gudangnya tempat ritual melukat,
sebut saja yang paling terkenal, adalah Pura Tirtha Empul Tampaksiring,
Gianyar.Di pura yang bersebelahan dengan Istana Presiden ini, terdapat
beberapa pancuran yang mana setiap pancuran memiliki fungsi
masing-masing. Contoh misalnya, pancuran Pengeleburan Ipian Ala,
berfungsi sebagai pancuran untuk melebur efek mimpi buruk, dan lain
sebagainya. Pura Tirtha Empul letaknya di Desa Manukaya, Kecamatan
Tampaksiring Gianyar Bali.Kalau dari Denpasar sekitar 40km.Dan
belakangan ini, pura yang memiliki legenda Mayadenawa ini, didatangi
bukan hanya oleh umat Hindu, juga oleh umat lain yang ingin melakukan
ritual pembersihan/melukat. Pengelukatan sangat baik dilakukan pada hari
Purnama(bulan purnama) atau Tilem (Bulan mati), dsamping juga hari-hari
suci Hindu-Bali seperti Kajeng Kliwon, Tumpek dan lainnya. Kenapa
hari-hari tertentu?Karena diyakini pada hari-hari tersebut sebagai hari
suci, sakral dan kekuatan alam semesta terakumulasi dan bisa diserap
oleh manusia. Sarana apa saja yang perlu disiapkan? Bagi yang pertama
kali pedek tangkil kesana, diwajibkan untuk membawa Daksina Pejati/Peras
Daksina jangkep, sebagai bahan permakluman kepada kekuatan niskala yang
bersemayam disana. Sedangkan bagi yang sudah sering diperbolehkan untuk
membawa canang sari, atau sodaan.Sebelum ritual melukat pastikan bahwa
diri anda tidak dalam keadaan "sebel" social ataupun personal bagi yang
yang wanita. Dan pada saat ritual mulai para peziarah melukat ini wajib
hukumnya mengenakan pakaian/kain begitu masuk ke dalam kolam pancuran.
Niat yang tulus, hati yang ikhlas, segarnya air pancuran tirtha Empul,
menjadi jaminan bagi anda akan "terlahir kembali"dengan jiwa dan
semangat baru. So, kalau anda tertarik melukat di Pura ini, silakan
datang langsung.
2. Pura Tirtha Empul Gunung Kawi, Sebatu Tegallalang, Gianyar
Pura yang satu ini, letaknya cukup jauh dari kota Denpasar, terletak di
ujung utara kabupaten Gianyar, yakni di Desa Sebatu, Kecamatan
Tegallalang. Namun anda jangan sampai keliru, karena Pura Gunung Kawi
ada dua; satunya yang di kecamatan Tampaksiring(terkenal dengan Candi
Tebingnya), sedangkan yang ini, dengan kolam sakralnya yang sangat
dikeramatkan. Kurang lebih sekitar 60km dari arah kota Denpasar. Menurut
sejarahnya, Pura ini erat kaitannya dengan kisah perjalanan Rsi Sakti
dari negeri India, Rsi Markendya(peletak dasar pulau Bali dengan menanam
Panca Datu Di Besakih). Uniknya, di Pura ini, ada kolam biasa yang
sering di pakai umat mandi(bukan ritual), dan kolam keramat yang menjadi
tempat melukat. Ada sekitar 10 pancuran, yang seperti pancuran di
Tampaksiring, juga memiliki fungsi masing-masing.
Sarana banten yang diperlukan adalah sama seperti di Tirtha Empul
Tampaksiring, cuman yang membedakan, baik pemedek lama maupun baru
disarankan menggunakan sarana daksina pejati.
Ada Kejadian menarik, ketika penulis melakukan ritual penglukatan
ditempat ini, pada saat akan mengguyur tubuh ini pada pancuran terakhir
yang terletak paling ujung, pemangku Pura,"menginstruksikan" agar
penulis mengguyur diri lebih lama. Ajaibnya, begitu, penulis selesai
tiba-tiba air kolam menjadi agak sedikit keruh; seperti ada buih
shampoo, Pemangkunya manggut-manggut, beliau berujar"ini kotoran lahir
biasa nak!, tidak apa-apa. Menurut dia, malah sering ada yang lebih
parah lagi, ada yang sampai kerasukan/kesurupah begitu harus diguyur
oleh air pancuran yang terakhir dan buih yang tampak bergumpal-gumpal
seperti buih sabun limbah. Wow,...ajaib sekali.
Sebenarnya, masih banyak Pura-Pura di Bali yang "menyediakan"tempat
melukat, seperti Pura Tamba Waras, Tabanan, Pura Lempuyang Luhur(Tirtha
Tunggang, air keluar dari bambu keramat), dll. Perlu diingat 1000x pun
kita melukat kalau tidak diimbangi dengan menjalankan Tri Kaya
Parisudha(pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik), semua ritual
diatas pastinya sia-sia belaka. Anda ingin melukat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar